Kau datang kembali. Setelah
sekian lama kau sempat menghilang kini kau hadir kembali. Aku hanya dapat
menunggu terdiam disini bersama seribu tanya yang selalu berputar dalam otakku.
Aku tak tahu berapa lama kau akan tinggal disini denganku, aku kesepian sendiri. Kau hanya meletakkanku pada ruang yang kecil
dan sesak saat kau selesai menemuiku.
Aku benci ruang ini! Ruang ini
membuatku merasa kecil dimatamu dan betapa kau tak memperhatikanku. Mengapa
setiap kali aku teriak untuk mengatakan aku merindukanmu kau tak mendengar? Ah
iya, aku lupa. Ruang ini kedap suara. Jadi, bagaimana mungkin kau dapat tahu
segala sesuatu tentangku ketika kau pergi.
Yang kau lakukan hanyalah datang
ketika kau mau, ketika kau butuh, atau hanya sekedar mengobati kesedihanmu saat
tak kau temukan boneka lain yang tepat untuk menghiburmu. Kau mengambilku
dengan perasaan setengah jijik seolah aku hanyalah mainan usang yang telah
berdebu dan sangat hina untuk disentuh. Terkadang, kau merasa malu bukan saat
ingin membawaku kepada teman-temanmu? Itulah sebabnya kau selalu menyimpanku
rapat-rapat dalam ruangan ini utuk menghindari dunia luar yang tak ingin kau
kenalkan padaku.
Ya! Mungkin aku sudah biasa
merasakan sakitnya.Aku masih mampu bertahan untuk menjadi boneka didalam ruang
terpencilmu. Yang membuat ku kuat hanyalah kata-katamu yang selalu berjanji
untuk datang kembali padaku. Aku mengerti dan aku terus mencoba mengerti.
Mungkin kau butuh waktu untuk dapat membawaku secara nyata dalam duniamu dan
membebaskanku dari tempat ini.
Aku senang kau datang lagi
menemuiku saat ini. Namun ternyata kesenanganku hanya dapat kurasakan dalam
beberapa menit saja. Kemana lagi kau kali ini? Tak bisakah kau bertahan sedikit
lebih lama disampingku seperti ketika ku bertahan beratus-ratus jam untukmu? Tangisku
pecah kembali, namun seperti biasa, kau takkan mendengarnya.
Kau pergi menemui bonekamu yang
lain yang kau simpan di ruang yang indah dan nyaman. Boneka yang sungguh cantik
dan membuat siapa saja merasa ingin memilikinya. Dengan bangganya kau memperkenalkan
kepada dunia luar. Sementara aku hanya dapat melihatmu bersama boneka barumu
dibalik jendela yang telah usang dengan genangan air di mataku.
Mengapa kau bedakan aku
dengannya? Aku yang lebih dulu bersamamu dan aku sangat menantikan saat-saat indah
seperti yang kau lakukan pada boneka barumu itu terjadi padaku.
Apa salahku padamu? Mengapa
kesabaranku seolah rontok tak tersisa ketika kau telah melupakanku begitu saja.
Tubuhku gemetar, mencoba menahan rasa sakit yang telah lama kurasakan. Di hari
ini, ku teriakkan semua rasa yang ada dihatiku selepas-lepasnya. Aku tak pernah
berani melakukan ini sebelumnya. Namun kali ini, ku beranikan diri untuk tetap
meneriakkan apapun yang kuinginkan bersama harapanku yang hancur. Kau pun
takkan pernah mendengar dan melihat lagi apa yang kulakukan dan bagaimana
kabarku. Yang ku tahu kau telah bahagia dan sungguh melupakanku.
Aku merasa lebih baik setelah
kuluapkan semuanya. Semua harapanku yang terkikis itu, semua kesabaranku yang
telah mencair, dan semua kebodohanku dalam menantimu kini terlepas dariku.
Kurelakan semua menguap bersama waktu.
Bearatus-ratus jam kembali
kulalui tanpamu (lagi). Ya, seperti biasanya. Aku takkan heran. Saat ku
berbaring dalam kedamaian, kau hadir kembali.
Tanpa rasa bersalah, tanpa rasa menyesal kau datang dan memelukku begitu
saja. Dengan keadaan kacau, sama seperti keadaan kau yang biasa menemuiku dulu.
Kau mulai menanyakan kabarku dan
terus mencoba berbicara lagi padaku dengan menebar senyum dan berharap aku
kembali menenagkanmu.
Kali ini dengarkan aku. Aku
bicara dengan sangat lantang dihadapanmu.
“ Cukup! Kau tak perlu tahu
bagaimana kabarku disini. Tak cukupkah kau selalu datang dan pergi begitu saja
padaku? Mana boneka barumu yang kemarin kau puja-puja itu?
Oh, rupanya boneka itu sudah
usang juga ya, jadi kau mencampakannya seperti kau juga mencampakanku?”
“ Kumohon, berhenti bicara.
Tetaplah disini. Sungguh,aku butuh kau
untuk menemaniku mencairkan kesedihanku”
“ Maaf aku tak bisa lagi. Aku
bukanlah boneka di waktu sengganmu. Ku mohon, jangan datang kembali!”
Dengan bebas sebebas-bebasnya ku
langkahkan kakiku keluar dari ruang itu untuk selama-lamanya.
Kau tak bisa memperlakukanku seperti ini. Semua hujaman rasa sakit yang
kini kurasa kembali terasa saat aku mulai menyadari bahwa aku bukanlah boneka
di waktu senggangmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar