Teks

Silahkan membaca sesuka hati dengan tidak menjiplak hasil karya orang lain : )

Selasa, 20 Agustus 2013

Setelah Cerita Kita


Genggamanmu perlahan mulai melemah, senyum mu mulai memudar, wajah mu kini tak terlihat sama seperti dulu saat pertama kali kau datang kepadaku. Tanya.... penuh tanya. Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Kilasan ingatan tentangmu dimasa-masa terakhir itu masih saja teringat. Datang dan pergi. Ada dan menghilang. Selalu berulang disetiap ujung tidurku. Membuatku selalu kembali memutar cerita itu. Cerita saat kita masih bersama beberapa waktu yang lalu.
Bagaimana kabarmu disana? Apa kau sungguh baik-baik saja tanpaku? Terkadang aku berpikir, mungkinkah kau masih mengingatku?
Sudah selama ini aku tak kunjung mendengar kabar tentangmu. Entah karena kau tak mau menunjukannya kepadaku, atau karena aku terlalu takut memberimu celah untuk merasakan kembali sakitnya perpisahan itu.
Tahukah kau, berapa kali dalam sehari aku mengunjungimu dimasa lalu? Aku tak berharap apapun selain menemukan senyumanmu yang masih tertinggal dimasa itu. Masa ketika cerita kita tertulis. Cerita yang selalu kau bawa kemanapun kau berjalan.
Dimana kau saat ini? Mengapa aku tak dapat lagi menemuimu? Kau bungkus rapat-rapat dirimu beserta semua kenangan dan membawanya pergi sejauh mungkin. Sepertinya kau mampu melupakan dengan kejam bahwa dulu kita pernah bersama.
Tak bisakah sedikit saja kau mengingatku? Sedetik saja memikirkanku?
Kau hilang tanpa jejak. Tanpa kepedulian. Tanpa rasa bersalah!!
Tapi, mengapa disela-sela waktu aku selalu kembali mengkhawatirkan keadaanmu. Aku tahu kau sangat rapuh dan butuh seseorang disampingmu yang mampu mendorongmu untuk dapat berlari kencang dalam mengejar impianmu. Kau butuh sandaran yang mampu menjadi tumpuan saat emosimu tidak stabil. Kau butuh pendengar yang selalu setia mendengarkanmu bercerita kapanpun kau mau. Dan kau butuh lengan yang selalu merangkulmu saat kau terjatuh.
Kau..... Baikkah dirimu disana saat tak lagi bersamaku? Bagaimana pola makanmu? Bagaimana jadwal tidurmu? Bagaimana dengan tugas-tugasmu? Apa kau mengaturnya dengan baik? Aku khawatir. Sungguh khawatir.
Kau tahu? Tuhan mengenalmu dengan sangat baik. Disetiap aku bertemu dengannya aku selalu menceritakanmu. Tuhan tahu semua yang terjadi denganku setelah kepergianmu. Tuhan pun tahu seberapa sering aku merindukanmu.
Aku tak bisa lagi bercerita padamu tentang apa yang biasa kau dengarkan dulu, dan kau pun tak bisa lagi bercerita  padaku tentang apa yang biasa kau certitakan dulu. Namun, bila suatu saat kau merindukanku, katakanlah pada Tuhan. Katakanlah apa yang tak bisa kau katakan padaku. Aku akan tahu, karena Tuhan selalu memberi pertanda kemana aku harus melangkah setelah cerita kita.
Lambaian tanganmu di persimpangan jalan saat itu, akan selalu kuingat sebagai akhir dari cerita kita.
 Meski kita tak lagi bertemu, namun kuharap kau selalu hadir dalam mimpiku setelah cerita kita usai.

Boneka di Waktu Senggang

Kau datang kembali. Setelah sekian lama kau sempat menghilang kini kau hadir kembali. Aku hanya dapat menunggu terdiam disini bersama seribu tanya yang selalu berputar dalam otakku. Aku tak tahu berapa lama kau akan tinggal disini denganku, aku kesepian sendiri.  Kau hanya meletakkanku pada ruang yang kecil dan sesak saat kau selesai menemuiku. 
Aku benci ruang ini! Ruang ini membuatku merasa kecil dimatamu dan betapa kau tak memperhatikanku. Mengapa setiap kali aku teriak untuk mengatakan aku merindukanmu kau tak mendengar? Ah iya, aku lupa. Ruang ini kedap suara. Jadi, bagaimana mungkin kau dapat tahu segala sesuatu tentangku ketika kau pergi.
Yang kau lakukan hanyalah datang ketika kau mau, ketika kau butuh, atau hanya sekedar mengobati kesedihanmu saat tak kau temukan boneka lain yang tepat untuk menghiburmu. Kau mengambilku dengan perasaan setengah jijik seolah aku hanyalah mainan usang yang telah berdebu dan sangat hina untuk disentuh. Terkadang, kau merasa malu bukan saat ingin membawaku kepada teman-temanmu? Itulah sebabnya kau selalu menyimpanku rapat-rapat dalam ruangan ini utuk menghindari dunia luar yang tak ingin kau kenalkan padaku.
Ya! Mungkin aku sudah biasa merasakan sakitnya.Aku masih mampu bertahan untuk menjadi boneka didalam ruang terpencilmu. Yang membuat ku kuat hanyalah kata-katamu yang selalu berjanji untuk datang kembali padaku. Aku mengerti dan aku terus mencoba mengerti. Mungkin kau butuh waktu untuk dapat membawaku secara nyata dalam duniamu dan membebaskanku dari tempat ini.
Aku senang kau datang lagi menemuiku saat ini. Namun ternyata kesenanganku hanya dapat kurasakan dalam beberapa menit saja. Kemana lagi kau kali ini? Tak bisakah kau bertahan sedikit lebih lama disampingku seperti ketika ku bertahan beratus-ratus jam untukmu? Tangisku pecah kembali, namun seperti biasa, kau takkan mendengarnya.
Kau pergi menemui bonekamu yang lain yang kau simpan di ruang yang indah dan nyaman. Boneka yang sungguh cantik dan membuat siapa saja merasa ingin memilikinya. Dengan bangganya kau memperkenalkan kepada dunia luar. Sementara aku hanya dapat melihatmu bersama boneka barumu dibalik jendela yang telah usang dengan genangan air di mataku.
Mengapa kau bedakan aku dengannya? Aku yang lebih dulu bersamamu dan aku sangat menantikan saat-saat indah seperti yang kau lakukan pada boneka barumu itu terjadi padaku.
Apa salahku padamu? Mengapa kesabaranku seolah rontok tak tersisa ketika kau telah melupakanku begitu saja. Tubuhku gemetar, mencoba menahan rasa sakit yang telah lama kurasakan. Di hari ini, ku teriakkan semua rasa yang ada dihatiku selepas-lepasnya. Aku tak pernah berani melakukan ini sebelumnya. Namun kali ini, ku beranikan diri untuk tetap meneriakkan apapun yang kuinginkan bersama harapanku yang hancur. Kau pun takkan pernah mendengar dan melihat lagi apa yang kulakukan dan bagaimana kabarku. Yang ku tahu kau telah bahagia dan sungguh melupakanku.
Aku merasa lebih baik setelah kuluapkan semuanya. Semua harapanku yang terkikis itu, semua kesabaranku yang telah mencair, dan semua kebodohanku dalam menantimu kini terlepas dariku. Kurelakan semua menguap bersama waktu. 
Bearatus-ratus jam kembali kulalui tanpamu (lagi). Ya, seperti biasanya. Aku takkan heran. Saat ku berbaring dalam kedamaian, kau hadir kembali.  Tanpa rasa bersalah, tanpa rasa menyesal kau datang dan memelukku begitu saja. Dengan keadaan kacau, sama seperti keadaan kau yang biasa menemuiku dulu.
Kau mulai menanyakan kabarku dan terus mencoba berbicara lagi padaku dengan menebar senyum dan berharap aku kembali menenagkanmu.
Kali ini dengarkan aku. Aku bicara dengan sangat lantang dihadapanmu.
“ Cukup! Kau tak perlu tahu bagaimana kabarku disini. Tak cukupkah kau selalu datang dan pergi begitu saja padaku? Mana boneka barumu yang kemarin kau puja-puja itu?
Oh, rupanya boneka itu sudah usang juga ya, jadi kau mencampakannya seperti kau juga mencampakanku?”
“ Kumohon, berhenti bicara. Tetaplah disini.  Sungguh,aku butuh kau untuk menemaniku mencairkan kesedihanku”
“ Maaf aku tak bisa lagi. Aku bukanlah boneka di waktu sengganmu. Ku mohon, jangan datang kembali!”
Dengan bebas sebebas-bebasnya ku langkahkan kakiku keluar dari ruang itu untuk selama-lamanya.
Kau tak bisa memperlakukanku seperti ini. Semua hujaman rasa sakit yang kini kurasa kembali terasa saat aku mulai menyadari bahwa aku bukanlah boneka di waktu senggangmu.