Teks

Silahkan membaca sesuka hati dengan tidak menjiplak hasil karya orang lain : )

Kamis, 27 Juni 2013

Satu Bulan Yang Lalu


Aku masih mengingat setiap rasaku padamu yang tak pernah pudar dalam otakku. Selalu ada harapan terselip ketika aku mengingatmu. Ini hanya harapan sederhana. Aku hanya berharap kamu mampu bahagiakanku pada hari istimewaku, tepatnya satu bulan yang lalu. Tak peduli seperti apa bentuknya, aku hanya ingin melihat kesungguhanmu padaku. Bisakah kamu membuatku bahagia dan merasa berarti di hari itu?
Masihkah kamu ingat saat kamu melihat tanganku menengadah dan mulai melantunkan syair-syair harapan? Ya jelas kamu ingat. Karena Kamu sudah melihatnya. Kamu sudah mendengarnya. Aku mengira kali ini di hari istimewaku, kamu dapat mewujudkankan harapan kecilku. Harapan yang tak perlu kamu beri dengan banyak keringat.  Hanya dengan kasih sayang, semua mampu menjadi nyata. Tunjukanlah padaku sedikit saja pengorbananmu. Aku percaya kamu pasti mampu melakukannya.
Tapi, entah aku terlalu bodoh atau mungkin terlalu percaya padamu. Aku terus menunggu hal yang tak kunjung datang.  Meskipun banyak pikiran mengganggu tentang keraguanku padamu, aku selalu menutupinya dengan kepercayaan.  Aku percaya kamu mampu berkorban dengan setulus hati untukku.
Namun sepertinya kini ku mulai lelah. Kamu masih saja bungkam! Tak melakukan apapun. Apakah penantianku selama ini sia-sia? Mengetahui bahwa kamu mendengar dan tahu harapan kecilku tanpa melakukan apapun, membuatku merasakan dihujam. Kamu selalu bersandiwara. Didepan dan dibelakangku kamu sungguh berbeda. Seperti punya dua wajah yang kini dapat ku lihat.
                                                Sakit! Rasanya sangat sakit!
HAH! Iya benar, aku memang sangat bodoh. Masih saja ku percaya padamu yang tak mungkin rela berkorban untukku. Bila kamu tak ingin melakukan apapun untukku, mengapa semua terlihat manis saat kamu berada didekatku? Mengapa kamu selalu menghujaniku dengan perhatian? Salahkah aku bila mengira hatimu tulus padaku? Namun hanya harapan kecil seperti ini saja kamu tak mau memberikannya padaku.  
Bila kamu memang bersandiwara, bisakah kamu hentikan dulu sandiwaramu di hari istimewaku? Bisakah kamu berhenti berpura-pura untuk menganggap aku baik-baik saja? Aku tak menyangka, ternyata inilah dirimu. Aku sungguh tak percaya, kamu yang selalu mengejarku adalah kamu yang tak mau melakukan apapun untukku. Bukan karena kamu tak bisa, tapi karena hatimu memang semu. Palsu! Semua palsu!
Inikah yang kamu maksud dengan cinta? Bahkan saat aku mendengar kata itu terucap dari bibirmu ingin rasanya ku tampar wajahmu. Agar kamu sadar, cinta bukanlah sesuatu yang mudah untuk dikatakan tanpa sebuah perjuangan. Agar kamu berhenti, melakukan semua sandiwaramu dihadapanku dan menunjukan keaslian dirrimu. Tanpa topeng. Tanpa apapun itu yang membungkusmu!
Mengapa kamu begitu pintar menghancurkan harapanku tanpa rasa bersalah? Bila kamu ingiin menyakitiku, bisakah tak kamu lakukan pada hari istimewaku? Satu bulan yang lalu. Tepatnya saat aku masih mengira kamu adalah malaikatku sebelum akhirnya kamu hancurkan semua harapanku.
Aku bersumpah! Untuk satu bulan yang lalu, sungguh aku takkan lupa bagaimana kamu mencabik-cabikku!

Harapan Dalam Segenggam Pasir


            Melihatmu, memandangmu, berbincang denganmu adalah hal yang takkan pernah mungkin dapat ku lupa. Bagaimana mungkin aku melupakan waktu yang ku lalui bersamamu? Walau singkat, namun tahukah kamu itu sangat berarti untukku? Aku selalu menantikan kamu menyapaku dengan hangat. Aku ada disini, selalu menantimu. Aku selalu siap menyediakan tempat untukmu bersandar kapan pun kamu membutuhkannya.
            Mengapa kamu selalu menjadi narkoba untukku? Ah, rasanya aku tak tahu bagaimana denganku bila sehari tak berjumpa denganmu. Aku butuh kamu untuk menyempurnakan diriku. Aku belum sempurna tanpamu.
“Kapan kamu akan datang padaku? Hey, kenapa kamu hanya diam? Kamu mau kan datang padaku?”
            Kamu tahu, perasaanku padamu tak berubah saat pertama kali bertemu. Aku tak ingat kapan kamu berbincang bersamaku dengan canda dan tawa. Rasanya sudah lama sekali kita tidak berbincang. Namun satu yang pasti, aku takkan pernah melupakanmu. Waktu takkan mungkin mampu menggerus perasaanku padamu. Walau yang harus kudapatkan tidaklah seperti yang kuimpikan, namun aku bahagia. Aku selalu bahagia mencintaimu. Jangan pernah meneteskan air matamu di hadapanku. Aku takkan mampu melihatnya. Aku ingin tetap melihat senyummu. Hanya itulah kekuatan terbesar yang kumiliki.
            Aku tahu, hatimu hanya milik dia. Tujuanmu tak pernah berarah padaku. Namun itu semua takkan pernah membuatku berhenti untuk selalu memujamu. Tak peduli kamu melihatku atau tidak. Sungguh aku tak peduli. Yang ku pedulikan hanyalah aku dapat melihatmu setiap hari. Itu saja.
            Aku selalu beharap keinginanku untuk bisa bersamamu segera datang padaku. Aku tak pernah berhenti bermimpi suatu saat nanti tujuanmu berarah kepadaku.
            Sayang, tersenyumlah sedikit saja ke arahku. Harus seperti apalagi ku lakukan cara agar kamu meihatku disini? Kamu sungguh nyata untuku. Nyatakah aku bagimu? Jangan hancurkan harapanku begitu saja. Menarilah sebentar saja bersamaku agar aku dapat merasakan kebahagiaan yang sejati. Raihlah tanganku. Aku hampir membeku disini karena tak kunjung merasakan hangatnya pelukmu. Aku sendiri disini, hanya untuk menantimu yang selalu merasuk dalam detak jantungku.
“Kamu dimana? Mengapa kamu tak kunjung datang? Aku masih menunggumu”
            Betapapun aku mencari dan menanti aku tak yakin kamu menganggapku benar-benar nyata. Saat aku rela berdarah untukmu kamu masih belum ingin melihat ke arahku. Kamu selalu membalas perasaanku dengan rasa sakit yang luar biasa. Sekeras itukah kamu? Tak bisakah kamu membalas sedikut saja perasaanku? Sungguh, keinginanku memilikimu tak dapat terbendung lagi. Aku tak dapat menahan bagaimana keinginanku untuk dapat bersamamu. Semua ini bukan karangan, aku tak pernah berbohong sedikit pun padamu. Aku tak pernah bisa mengingkar. Sungguh aku mencintaimu.
“Tuhan seandainya aku bisa menukar nyawaku untuk sehari saja dapat bersamanya, sungguh aku takkan pernah menyesal”
Bukan maksudku menganggu ketenanganmu. Aku tahu, kamu tak pernah menginginkanku. Sekeras apapun aku berusaha untuk terlihat nyata bagimu takkan mampu menandingi kerasnya hatimu untuk menghindariku. Sapa maupun kata yang kutujukan padamu selalu tertepis. Tak ada celah. Tak ada ruang untukku di hatimu. Bolehkah aku berhenti memujamu? Tolong ajariku untuk melepaskanmu. Sungguh aku tak mengerti bagaimana caranya.
Rintihan hatiku memanggilmu. Dapatkah kamu mendengarnya? Harapan yang selama ini ku genggam. Perlahan-lahan terus meruntuh. Meninggalkan puing-puing yang  hancur berserakan. Aku tak bisa memungutinya, karena setiap harapan yang runtuh lenyap begitu saja. Tanpa ku tahu dimana jejaknya. Yang ku tahu, cintaku untukmu ada bersama genggaman harapanku. Ia pergi bersama ketidakpedulianmu. Menyisakan air mata yang tak ku tahu bagaimana cara mengeringkannya.
Harapanku hanyalah harapan dalam segenggam pasir. Semakin ku ingin memlikimu semakin aku kehilanganmu.
Inikah yang ku dapat diakhir penantianku?
                       
           

           
           
           
               

Kamis, 06 Juni 2013

Aspek Hukum Dalam Ekonomi BAB 9-11



BAB 9 Perlindungan Konsumen

I.                 Pengertian Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.[1] Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali (Jawa:kulakan), maka dia disebut pengecer atau distributor. Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.

Sedangkan pengertian perlindungan konsumen yaitu :
Menurut Undang-undang no. 8 Tahun 1999, pasal 1 butir 1 :
“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”.

GBHN 1993 melalui Tap MPR Nomor II/MPR/1993, Bab IV, huruf F butir 4a:
“ … pembangunan perdagangan ditujukan untuk memperlancar arus barang dan jasa dalam rangka menunjang peningkatan produksi dan daya saing, meningkatkan pendapatan produsen, melindungi kepentingan konsumen…”

Hukum perlindungan konsumen adalah  “Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/ atau jasa konsumen”. Jadi, kesimpulan dari pengertian –pengertian diatas adalah bahwa Hukum perlindungan Konsumen dibutuhkan apabila kondisi para pihak yang mengadakan hubungan hukum atau yang bermasalah dalam keadaan yang tidak seimbang.

II.          Azas dan Tujuan
Azas-azas perlindungan konsumen
Pasal 2 UU PK :
a.       Azas manfaat
Azas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggidibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
b.      Azas keadilan
Dapat dilihat di pasal 4-7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui azas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
c.       Azas Keseimbangan
Diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang dilindungi.
d.      Azas keamanan dan keselamatan konsumen
Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakain, dan pemanaatan barang atau jasayang dikonsumsi atau digunakan.
e.      Azas Kepastian Hukum
Baik konsumen dan pelaku usaha harus mentaati hokum dan memperoleh keadilan dalampenyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

Tujuan Perlindungan Konsumen
Pasal 3 UU PK :
1.       Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya aru akses negative  pemakain barang atau jasa.
3.       Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4.    Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hokum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5.       Menumbuhkan kesadaran ppelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujuur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6.       Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha prodiksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

III.          Hak dan Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
1.       Hak atas kenyaman, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
2.       Hak untuk mamilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3.       Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jamina barang atau jasa.
4.       Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan.
5.    Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelasain sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6.       Hak untuk pembinaan dan pendidikan konsumen.
7.       Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
8.    Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian, apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9.       Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan kewajiban konsumen :
1.       Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakain atau pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
2.       Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
3.       Membayar sesuia dengan nilai tukar yang disepakati.
4.       Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen.

IV.          Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6, tentang hak pelaku usaha, hak-hak pelaku usaha adalah :
1.       Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
2.       Hak untuk mendapat perlindungan hokum dari tindakan yang beritikad tidak baik.
3.       Hak untuk melakukan pembelaan diri di dalam penyelesaian hokum sengketa.
4.       Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hokum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.

Kewajiban pelaku usaha diatur dalam pasal 7 yaitu :
1.       Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2.       Memberikan informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
3.       Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
4.       Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu baranga atau jasa yang berlaku.
5.       Member kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu serta member jaminan atau garansi atas barang yang dibuat atau yang diperdagangkan.
6.       Member kompensasi, ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan.
7.       Member kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
V.          Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
1.       Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa yang :
         Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan     peraturan peruundang-undangan.
          Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaiman yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
         Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
          Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan bbarang atau jasa tersebut.
         Tidak sesuai dengan mutu, tingkaan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang atau jasa tersebut.
         Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang atauu jasa tersebut
         Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan atau pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
         Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana mestinya pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
         Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat atau isi bersih(netto), komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
         Tidak mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
         Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa member informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
         Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
         Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran

2.       Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan satu barang atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah olah :
      Barang tersebuut telah memenuhi dan memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.
      Barang tersebut dalam keadaan baik atau baru.
      Barang atau jasa tersebut telah mendapatkan atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, cirri-ciri kerja atau aksesori tertentu.
      Barang atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, afiliasi.
      Barang atau jasa tersebut tersedia.
      Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi.
      Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
      Barang tersebut berasal dari daerah tertentu.
      Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang atau jasa lain.
      Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahayya, tidak mengandung resiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap.
      Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
      Barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan
      Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadapa ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang atau jasa tersebut.

3.       Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdaganngkan dilarang menawarkan, mempromoosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan menggenai :
      Harga atau tarif barang atau jasa.
       Penggunaan suatu barang atau jasa.
      Kondisi, tanggunagn, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang atau jasa.
      Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
      Bahaya penggunaan barang atau jasa.

4.       Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui atau menyesatkan konsumen dengan :
         Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu.
         Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi.
          Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang yang lain.
         Tidak menyediakan barang dengan juumlah tertentu atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain.
         Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjial jasa yang lain.
         Menaikan harga atau tarif  barang atau jasa sebelum melakukan obral.

5.       Pelaku usaha dilarang menawarkan, empromosikan atau mengiklankan suatu barang atau jaa dengan harga atau tarif  khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannyasesuai dengan waktu dan jumlahh yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.

6.       Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang atau jasa lain secara Cuma-Cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan sebagaimana yang dijanjikannya.

7.       Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan menjanjikan pemberian hadiah berupa barang atau jasa lain.

8.       Pelaku usah dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujuka untuk diperdagangkan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk :
      Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan.
      Mengumumkan khasilnya tidak melalui media massa.
      Memberikan hadiah tidak sesuai yang dijanjikan.
      Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

9.       Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemakdaan cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.

10.   Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui pesanan dilarang untuk :
      Tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang diijanjikan
       Tidak menepati janji atau suatu pelayanan atau prestasi.
11.   Pelaku periklanan dilarang memproduksi iklan yang :
      Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang atau tariff jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang atau jasa.
      Mengelabui jaminan atau garansi terhadap barang atau jasa.
      Memuat informasi yang keliru, salah., atau tidak tepat mengenai barang atau jasa.
      Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang atau jasa.
      Mengeksploitasu kejadian atau seseorang tanpa izin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.
      Melanggar etika atau kettentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
      Pelaku usaha periklanan dilarag melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggara ketentuan pada ayat (1).

VI.          Klausula Baku dalam Perjanjian
Klausula baku adalah setiap syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang engikat dan wajib dipenuhi olehkonsumen. Lazimnnya klausula baku dicantumkan dalam huruf kecil pada kuitansi, faktur atau bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli.
Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun di sisi lain, harus diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita harus selalu menegoisasikan syarat dan ketentuannya. Misalnya, jika membeli tiket meninton pertunjukan, apakah wajar untuk menegoisasikan akibat hukum jika pertunjuka itu dibatalkan ? namun demikian, untuk melindungi kepentingan konsumen beberapa jenis klausula baku secara tegas diilarang dalam undang-undang perlindungan konsumen.
Klausula baku yang dilarang, ada klausula baku yang diilarang dalam UU PK artinya klausula baku selain itu sah dan mengikat secarra hukum.
Klausula baku dilarang mengandung unsure-unsur atau pertanyaan :
1.       Pengalihan tanggung jawab pelaku usaha (atau pengusaha) kepada konsuumen.
2.       Hak pengusaha untuk menolak mengembalikan barang yang dibeli konsumen.
3.       Hak pegusaha untuk menyerahkan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli konsumen.
4.       Pemberian kuasa dari konsuumen kepada pengusaha untuk melakukan segala tindakan sepihak berkaitan dengan barang yang dibeli secara umum.
5.       Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen .
6.       Hak pengusaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.
7.       Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan yang dibuat sepihak oleh pengusaha semasa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
8.       Pemberian kuasa kepada pengusaha untuk membebankan hak tanggungan, gadai, atau hak jaminan terhadapbarang yang dibeli oleh kosumensecara angsuran pasal 56 UU 8/99.
Selain itu, pengusaha juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihatatau tidak dapat jelas dibaca, aytau yang maksuudnya sulit dimengerti.
Jika pengusaha tetap mencantumkan klausula baku yang dilarang tersebut, maka klausula itu batal demi hukum. Artinya klausula itu dianggap tidak pernah ada.

VII.          Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Tanggung jawab pelaku usaha diatur dalam Pasal 19, yaitu :
1.         Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian konsumen akibat mengkonsuumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2.         Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang atau jasa sejenis setara ini lainnya, atau perawatan kesehatan atau jasa yang sejenis atau setara ini lainnya, atau perawatan kesehatan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3.         Pergantian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.
4.         Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan kesalahan.
5.         Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

VIII.          Sanksi
Sanksi bagi pelaku usaha menurt UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sanksi perdata ganti rugi dalam bentuk :
1.       Pengembalian uang
2.       Penggantian uang
3.       Perawatan kesehatan
4.       Pemberian santunan ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi

          Sanksi administrasi ganti rugi dalam bentuk :
Maksimal Rp. 200.000.000, melalui BPSK jika melanggar pasal 19 ayat (2) dan (3), 20,25 sanksi pidana, kurungan :
a.       Penjara 5 tahun denda Rp. 2.000.000.000, pasal 8,9,10,13 ayat (2),15,17 ayat (1) huruf a, b, c, dan edan pasal 182.
b.      Penjara 2 tahun denda Rp. 5.000.000.000, pasal 11,12,13,ayat (1),14,16,17 ayat (1) huruf d dan f ketentuan piidana lain (diluar UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen)

          Jika konsumen luka berat, cacat berat, sakit berat, atau kematian dikenakan 11 hukuman tambahan antara lain :
a.       Pengumuman keputusan hakim
b.      Pencabutan izin usaha
c.       Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
d.      Wajib menarik dari peredaran barang atau jasa.
e.      Hasil pengawasan diisebarluaskan kepada masyarakat.
BAB 10 Antimonopoli dan Persaingan Unit tidak sehat
Pengertian Antimonopoli dan Persaingan Tidak Sehat
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoli
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.
 Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
1. Oligopoli
2. Penetapan harga
3. Pembagian wilayah
4. Pemboikotan
5.  Kartel
6. Trust
7. Oligopsonih
8. Integrasi vertikal
9. Perjanjian tertutup
10. Perjanjian dengan pihak luar neger
Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
     yang terdiri dari :

    Oligopoli
    Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
    Penetapan Harga.
    Dalam rangka penetralisir pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian,antara lain :
        perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar yang sama.
        Perjanjian yang mengakibatkan pembeli harus membayar dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
        Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar.
        Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari pada harga yang telah diperjanjikan
    Pembagian Wilayah
    Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
    Pemboikotan
    Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan dalam negeri maupun pasar luar negeri.
    Kartel
    Pelaku usaha dilaarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha persaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
    Trust
    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
    Oligopsoni
        pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain dengan tujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan.
        Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan, apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
    Integrasi Vertikal
    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
    Perjanjian Tertutup
    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
    Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan dan dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
    Monopoli
    Monopoli adalah situasi pengadaan barang dagangan tertentu (di pasar lokal atau
    nasional) sekurang-kurangnya sepertiga dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok sehingga harganya dapat dikendalikan.
    Monopsoni
    Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang, yang dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli.
    Penguasaan Pasar
    Penguasaan pasar adalah proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar. Dengan demikian pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama pelaku usaha lainnya yang mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
    Persengkongkolan
    Persekongkolan adalah berkomplot atau bersepakat melakukan kejahatan (kecurangan).
3. Posisi dominan, yang meliputi :
    Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
    Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
    Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
    Jabatan rangkap
    Pemilikan saham
    Merger, akuisisi, konsolidasi

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut :
Perjanjian yang dilarang , yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
Kegiatan yang dilarang , yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Posisi dominan , pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian , KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat :

    Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
    Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
    Efisiensi alokasi sumber daya alam
    Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
    Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
    Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
    Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
    Menciptakan inovasi dalam perusahaan

Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (UU no.5 Tahun 1999 tentang anti monopoli)
Praktek monopoli  adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”
Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai oleh negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.
Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan
–  Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
–  Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
–  Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut.
Sanksi
    Sanksi Administrasi
    Sanksi administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas penggabungan , peleburan dan pengambilalihan badan usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah atau setinggi-tingginya dua puluh lima miliar rupiah.
    Sanksi Pidana Pokok dan Tambahan
    Sanksi pidana pokok dan tambahan adalah dimungkinkan apabila pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli, melakukan monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dikenakan denda minimal dua piluh lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya seratus miliar rupiah, sedangkan untuk pelanggaran penetapan harga, perjanjian tertutup, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal lima miliar rupiah dan maksimal dua puluh lima miliar rupiah.
Sementara itu, bagi pelaku usaha yang dianggap melakukan pelanggaran berat dapat dikenakan pidana tambahan sesuai dengan pasal 10 KUH Pidana berupa :
    -Pencabutan izin usaha
    larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun,
    penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
IV. Kesimpulan
       Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa asas-asas hukum yang mendasari beberapa Putusan KPPU terpilih tersebut meliputi asas-asas hukum berikut :
Asas anti pemilikan saham pada dua atau lebih perusahaan pada pasar yang sama oleh satu pihak saja; Asas anti kartel (larangan terhadap perjanjian penetapan harga antara dua atau lebih pelaku usaha yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat); Asas anti diskriminasi (perlakuan yang sama dalam konteks hal-hal yang memang sifatnya sama); Asas kompetisi yang fair; Asas larangan penguasaan dan atau pemasaran secara monopoli dan penggunaan posisi dominan untuk menghalangi konsumen memperoleh barang dan/atau jasa yang bersaing di pasaran.
BAB 11 Penyelesaian Sengketa Ekonomi

PENEGERTIAN SENGKETA
Sengketa adalah suatu perselisihan atau pertengkaran yang terjadi dalam suatu mengembangkan usaha . atau sesuatu yang menyebabakan perbedaan pendapat yang dapat menimbulkan pertengakaran baik kecil maupun besar. Contohnya memperebutkan  sesuatu seperti tanah warisan atau lain sebagainya.

CARA-CARA PENYELESAIAN SENGKETA
Usaha manusia untuk meminta maaf atas pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan “akomodasi”. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi antara lain genjatan sejata , arbtrasi, mediasi, konsialisasi, staletmete.

NEGOISASI
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dengan perjanjian antara kedua belah pihak dimana pihak yang satu mempunyai perjanjian untuk kompromi melakukan suatu kepentingannya dengan cara yang baik

MEDIASI
Mediasi adalah penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.

ARBITRASE
Suatu  perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.

PERBANDINGAN ANTARA PERUNDINGAN ARBITRASE DAN LIGITASI
Perbandingan antara perundingan arbitrase dengan ligitasi antara lain
Arbitrase adalah Suatu  perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah.

Sumber :