Teks

Silahkan membaca sesuka hati dengan tidak menjiplak hasil karya orang lain : )

Senin, 24 Desember 2012

Rindu Di Dua Sisi



Aku masih mampu tersenyum, mencoba meraba keberadaanmu dalam sekat-sekat masa lalu.  Akan ku telusuri lorong yang kulalui. Hingga aku berhasil bertemu denganmu. Walau hanya sedetik melihat wajahmu, namun rindu takkan pernah bohong. Aku pun bisa dengan jelas melihat wajahmu, yang selalu meraba bayangku dalam sekat-sekat masa lalu. Kita dua orang yang saling merindu dengan cara yang berbeda.

Aku adalah sayap kananmu. Dan kamu adalah sayap kiriku. Kita akan terbang bersama.. Karena tanpa sayap kiriku aku takkan bisa terbang dengan sempurna.  Dan tanpa sayap kananmu kamu pun takkan bisa terbang dengan sempurna. Karena kamu dan aku adalah satu yang akan menjadi  “kita”. Satu hati, satu pikiran, yang akan menerbangkan sayap-sayap kita sesuai impian.
Aku dan kamu.  Dua orang yang pernah disatukan oleh cinta. Pernah berjalan berdampingan. Pernah saling menyatukan kelingking disetiap kisah yang kita jalani. Pernah menggantungkan cinta ditempat tertinggi diantara cerita cinta yang pernah kita kenal sebelumnya.
Aku dan kamu. Terbiasa bercerita tentang cinta. Terbiasa memanggil sayang. Terbiasa menyediakan tempat dihati untuk nama kita. Terbiasa mengukir nama kita dalam ingatan. Terbiasa menjadi penghapus luka  untuk setiap air mata yang jatuh.  
Aku dan kamu. Selalu kokoh  saat bersama. Selalu senang bermain ditengah hujan sambil menyanyikan lagu cinta dan membiarkan dunia tahu kita bahagia. Selalu siap menatap masa depan hanya untuk kita. Selalu menyediakan jari manis untuk menerima lingkar kesetiaan yang hanya terjadi bila itu kita.
Aku pernah menyediakan bahu untukmu. Agar kamu bisa bebas beristirahat saat kamu terlelah. Aku pernah menyediakan lengan untukmu. Memberikan rasa kenyamanan yang kamu cari selain dari ibumu. Kamu bisa temui pada diriku.                                                                                                                              Kamu pun demikian. Kamu pernah menjadi  penghibur untuk hatiku. Dan kamu selalu tahu apa yang kuinginkan tanpa harus banyak kubicara. Kamu pernah menjadi superheroku. Yang selalu siap membusungkan dada dan mengibarkan bendera perlindungan saat bahaya datang padaku.
Namun rupanya kita belum mengerti sepenuhnya arti cinta. Cinta tak seindah cerita di negeri dongeng.  Saat kita harus menjumpai perpisahan. Berpisah karena perbedaan tentang bagaimana kita memandang cinta. Perbedaan tentang hal yang kamu mengerti tetapi tak bisa aku mengerti . Perbedaan tentang hal yang aku ingin dan tak kamu inginkan.  Saat-saat yang paling tidak igin kutemui itu datang menjemput kebersamaan kita untuk berakhir.  Tuhan hanya memberikan waktu yang singkat untuk kebersamaan kita.
Saat ini takkan ada lagi kata “kita” yang terbalut manis. Yang tersisa hanya  kata “ kita” yang berbeda dari masa lalu. KIta terpisah menjadi aku dan kamu. Kembali keawal sebelum kita saling bertemu. Kita hanya menjadi sepenggal cerita di masa lalu. Masa lalu yang selalu ingin ku temui berkali-kali.
Selalu ku coba mencari jalan berjumpa denganmu. Diimana kamu sekarang?  Mengapa begitu sulit bertemu kamu di dunia nyata? Aku sudah lelah bertemumu didalam mimpi.  Saat kuterbangun semua menghilang.
Aku sudah jelajahi semua tempat yang selalu kamu datangi di masa lalu. Tapi tak pernah ada kamu. Tak pernah bertemumu lagi. Rindu yang kurasakan terus merasuk ke dalam jiwaku. Karena aku sangat merindukanmu. Aku sangat ingin bertemu denganmu.  Untuk mengucap maaf yang dulu pernah tertunda. Untuk mengucap perasaan yang masih melekat dihatiku. Agar kamu bisa mengerti, bahwa disini aku selalu merindukanmu. Nyata atau tidaknya kamu itu tidaklah penting bagiku saat ini. Karena aku masih memiliki banyak ingatan tentangmu yang selalu membawaku kedalam rindu akan dirimu.
 Mendekatlah padaku. Lengan ini masih selalu menerimamu. Tunjukkan arah padaku, kemana aku harus menemukanmu. Bimbinglah aku dengan sisa-sisa cinta yang masih ada dihatimu. Berikan petunjukmu padaku. Agar aku bisa berjumpa denganmu. 
Tak menyangka aku menemukanmu dengan cara yang tak pernah kubayangkan. Kamu ada ditempat pertama kali kita bertemu. Tempat yang sempat terlupakan olehku dari daftar pencarian menemukanmu.  Semuanya nampak berubah. Menjadi lebih indah dari sebelumnya. Foto kenangan dan benda-benda yang menjadi saksi bisu kebersamaan kita kala itu, kini hadir. Bahkan kamu bangun sebuah rumah kecil yng dulu pernah kita impikan. Ya, kamu disini, Aku melihatmu, dan kamu nyata. Aku panggil namamu dan kamu datang menghampiriku. Matamu itu masih memancarkan sinar yang sama seperti dulu kita bersama. Aku datang memelukmu dan kamu balas dengan pelukan yang hangat. Sempat terdiam sejenak, merasakan semua kerinduan itu kini menghilang dalam basuhan perjumpaan.
Nyatanya kita memang saling mencari jalan untuk bertemu. Aku disini dan kamu disana. Tetap mengimpikan sebuah perjumpaan dengan menahan rindu yang terus membara. Hingga akhirnya kita bisa berjumpa kembali.
Rindu yang kurasakan ternyata juga kamu rasakan. Kita sama-sama merindu.  Aku disini dan kamu disana. Tetap akan terus saling merindu. Karena sekarang kita saling memahami. Kerinduan nhadir karena ada rasa cinta dihatimu. Kerinduan pada dua sisi. Sisi aku dan sisi kamu, dengan cara yang berbeda. Yang saat ini telah melebur menjadi satu :”)

Cinta Kepentok Bandrol



Mereka selalu bisa memandang apapun yang ingin mereka pandang.  Bertatap muka, menyapa, tersenyum, lalu saling jatuh hati.  Mereka selalu bisa menikmatinya. Tanpa ragu, tanpa beban, tanpa takut, tanpa ada pilihan.  Selalu kokoh untuk setiap jalan yang mereka telusuri bersama pujaan hati. Pujaan hati yang belum berbandrol.

Memperhatikanmu yang telah berbandrol dari sisi yang tak terlihat dari mereka selalu menjadi tempat teraman untukku. Saat semua orang sedang sibuk menyorotmu  dan bandrolmu dengan lampu terang. Aku lebih memilih memandangmu dari  sisi yang gelap. Karena aku tahu, tidak ada orang yang tertarik untuk melihat ke arahku yang sedang memperhatikanmu. Dengan begitu aku bisa sedikit lebih lama memperhatikanmu secara diam-diam. Hanya kamu. Bukan bandrolmu.
Tidak peduli berapa lama. Tapi rasanya aku bisa lakukan selama apapun yang aku mau. Karena hanya pada tempat ini aku bisa melakukannya. Tak banyak ruang yang kumiliki. Aku hanya bebas menatap, memandang, mengagumi, dan mencintaimu di tempat ini.
Menyadari bahwa kamu juga menoleh ke arahku, membuatku ingin berlari mengejarmu, memanggil namamu sekeras mungkin, membiarkan sorotan lampu itu berbalik menyorotku dan mengikuti arah mataku memandang.  Namun tak biasa. Karena ku ingat, kamu bersama bandrolmu.
Pada setiap satu langkah yang telah berhasil aku lewati, selalu terhenti pada langkah kedua, yang membuatku tak bisa melanjutkan langkah ke tahap selanjutnya. Jarak  antara kita yang ingin ku hapus, tertahan oleh borgol di kakiku yang membuatku tak mampu lagi berjalan.
Melambaikan tangan padamu telah ku lakukan. Berharap kamu akan melepaskan bandrolmu lalu datang meghampiriku dan membawa ku ke tempat dimana kau berdiri bersama dengan sorotan lampu itu.
“Lepaskan saja bandrolmu. dengan begitu kita bebas menyatukan kedua tangan” Aku selalu memikirkan kata-kata itu.  Aku selalu memimpikan saat-saat itu datang padaku. Tak ada cerita seperti ini. Cerita saat aku harus melihatmu terikat kuat dengan bandrolmu. Cerita disaat kamu dan bandrolmu adalah satu paket yang takkan bisa dipisahkan. Cerita ketika sorotan mereka hanya tahu bahwa kamu dan bandrolmu takkan pernah lepas.
Jika aku bertemumu lebih dulu. Lebih dulu menatapmu daripada bandrolmu. Lebih dulu tersenyum padamu daripada bandrolmu.  Lebih dulu menulis puisi untukmu daripada bandrolmu. Cerita ini akan berbeda. Bukan dia yang menjadi bandrolmu. Tapi aku.
Lepaskan.... lepaskan saja  bandrolmu. Agar kita  bebas menyatukan kedua tangan tanpa ada lampu-lampu yang menyorot dengan cahaya curiga.

Kacamata Lelaki



Keindahan yang selalu menjadi pusat dari kacamatanya, membuat matanya tak bisa berhenti mengagumi. Hal lain yang tak indah disekelilingnya, takkan mereka lirik.  Kerena bagi mereka, keindahan adalah hal akurat untuk membuatnya mengalihkan pandangan kepadamu lewat kacamatanya.

Berjalan dengan langkah yang anggun, dihiasi dengan senyuman manis, dipadukan dengan kulit cantik yangg bersih, tinggi yang semampai, tubuh yang indah dengan membawa daya yang tanpa disadari telah berhasil dijajakkan dimanapun ia berada. Perempuan cantik. Akan selalu ada kacamata-kacamata lelaki yang memperhatikan kemanapun ia melangkah.
Sejuta daya tarik lelaki ciptakan untuk membuat perempuan cantik menyadari keberadaan mereka. Kata – kata manis, sudah biasa mereka ciptakan untuk dipersembahkan kepada perempuan cantik. Senyum yang merekah layaknya sebuah bunga yang telah mekar adalah satu hal utama yang tak boleh dilupakan. Bahkan, berapa banyak para lelaki  yang rela  menjadi pujangga untuk perempuan cantik? Obsesi ataupun rasa bangga bila berhasil menjadikan perempuan cantik sebagai miliknya menjadi ambisi yang selalu mereka genggam.
Perempuan harus cantik. Tidak cantik maka perempuan biasa tidak akan merasakan menjadi pusat galaksi. Berbeda sekali. Ketika kehidupan perempuan cantik selalu diwarnai dengan perhatian, kasih sayang, pujian, dan limpahan rasa kagum dari semua mata yang menatap kagum pada dirinya.  Perempuan biasa hanya menjadi sebagian pemerhati kecil pada perempuan cantik.  Walau berada tepat disamping perempuan cantik, kacamata lelaki akan selalu berpusat pada matahari disamping perempuan biasa. Perempuan biasa hanya mengumpat dibalik pesona perempuan cantik.
Kita sama-sama perempuan. Itu adalah kenyataan yang sama. Tetapi cara kacamata lelaki  memandang menjadikan kita tak sama.  Dua rumpun dalam padang pasir yang sama namun sulit disatukan. Sekalipun dapat disatukan, ketika mereka melihatnya, takkan bisa menjadi padang pasir yang indah. Karena kedua rumpun itu tidak sepadan. 
Ada apa dengan kacamata lelaki? Lensa seperti apakah yang mereka gunakan dalam kacamatanya? Apakah lelaki hanya berfikir yang indah yang berkualitas, lalu menyingkirkan yang tak indah agar tidak merusak pandangannya? Apakah pemandangan yang tak indah itu membuat mata mereka sakit?  “Kami bukan virus yang harus kalian jauhkan. Kami bukan kotoran yang bisa kalian injak-injak. Kami bukan hama yang merusak” Bisakah mereka mendengarnya? Jeritan dari hati perempuan biasa yang tak dapat disampaikan didepan kacamata lelaki.
Perempuan biasa  sama seperti perempuan cantik. Sama-sama memiliki perasaan. Kami perempuan biasa ingin mereka menatap kami dengan cara yang indah seperti mereka menatap perempuan cantik.  Ingin mereka bisa sedikit saja menyadari keberadaan kami. Menjadikan kami pusat dari kacamatanya. Sama seperti perempuan cantik.  Jangan bedakan kami. Karena tidak hanya perempuan cantik yang memiliki pesona. Kami juga memiliki. Sebuah daya yang tak pernah mereka ketahui sebelumnya. Hanya butuh kesempatan.  Meliriklah  sedikit saja ke arah kami. Mereka akan tahu apa daya itu. Mereka akan temukan sebuah daya pikat dibalik kacamatanya. Itu adalah kami. Perempuan biasa. Kecantikan yang tidak akan bisa mereka lihat, bila tidak mempergunakan kacamatanya dengan cara yang benar.

Bukan Karena Aku Membencimu #Part3


Part3

Menelusuri lorong-lorong kenangan yang pernah singgah membuatku berjalan ke masa itu. Tempat dimana semuanya pernah terkisahkan. Sudah ada banyak yang berubah dari jalan ini dari beberapa tahun yang lalu. Mulai banyak rumah penduduk dan sarana umum yang terbangun. Aku tidak mau melewatkan kesempatan ini utk mengabadikannya. Jelas sekali terlihat perubahan itu. Namun, ada satu yang masih sama seperti dulu. Pohon besar itu. Masih bediri tegak ditengah keramaian. Masih ada ukiran nama itu beberapa tahun yang lalu.
Aku duduk didekat pohon itu dengan bangku taman. Walaupun sudah ada banyak rumah penduduk, tapi bagiku pemandangan disini masih saja asri. Aku sibuk melihat hasil dokumentasiku sepanjang perjalanan kesini. Tak menyadari , ada seorang laki-laki yang memperhatikanku dari kejauhan. Aku memandang sekali lagi ke arah pohon itu dan tanpa ku sadari lamunanku mengarahkan tanganku untuk memotret pohon  itu.  Aku beranjak pergi.
Merasakan ada yang memanggil namaku aku menoleh. Sesosok laki-laki memanggilku disana. Ya, tanpa harus aku melihatnya lebih lama, aku sudah bisa mengenali laki-laki itu adalah kau. Degup jantungku semakin cepat, didiringi rasa perih. Kedua rasa itu berlomba-lomba mengalun dalam hatiku, dan aku sibuk untuk mencari tahu rasa mana yang paling besar kurasakan. Senyuman yang ku lihat itu masih seperti dulu. Tak berubah sedikitpun bagiku.
Kau datang menghampiriku. Menanyakan kabarku, lalu mengajakku untuk berbincang-bincang. Rasanya jantung ini hampir runtuh. Ingin rasanya menangis kembali ketika otakku penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang masih menggantung dimasa itu. Rasa kelu dibibiirku menyulitkanku untuk menjawab sapaannya. Tidak tahu harus menampakkan ekspresi seperti apa saat berjumpa lagi dengannya. Aku hanya bisa tersenyum garing. Berusaha tetap tersenyum didepannya.
Sejak pertemuan itu, kau lebih sering menghubungiku. Aku berusaha untuk tetap mengatur dan mempertahankan pondasiku untuk tidak lagi terbawa perasaan seperti dulu. Aku harus tetap tegar menetralisir perasaanku dari masa-masa itu. Karena perihnya luka, tak kuasa aku tepikan. Selalu ada rasa sesak setiap kali aku mengingat namamu. Aku telah berusaha untuk menyingkirkan segala sesuatu tentang kita dahul agar aku bisa kembali hidup bahagia dan bangkit dari bayang-bayangmu.
Namun tetap saja bukan, yang namanya menahan itu sakit. Berpura-pura melupakan setiap kenangan yang pernah ada itu diluar kemampuanku.  Aku selalu mengira aku sudah kuat untuk menghadapi kemungkinan tak terduga seperti saat ini terjadi . Aku mengira rasa itu puun akan hancur tergerus waktu dan membeku karena angkuhnya jarak yang terbentang. Tetapi, rasanya aku salah. Aku yang sekarang adalah aku yang dulu. Aku yang tak bisa tanpamu.
Melihat kenyataan ini rasanya aku semakin terjebak dengan perasaanku sendiri. Mendengar kau memanggilku dengan sebutan “lo gua” aku ga sanggup. Karena panggilan itu hanya akan menyiksaku. Melihatnya bergandengan dengan yang lain didepanku membuatku semakin terluka. Apalagi ketika melngetahui bahwa dia sudah tidak lagi mencintaiku.
Sudah tak ada lagi jalan untuk kembali bersamanya. Semuanya telah tertututup. Tidak ada celah sedikitpun yang bisa aku lalui untuk kembali bersamaya. Karena dia sudah tidak lagi mencintaiku.
 Maafkan aku karena harus menjauh darimu. Maafkan aku yang tidak bisa sepertimu, mencintai lalu melupakannya begitu saja. Maafjkan aku yang terlalu pengecut untuk membalas sapaanmu yang datang lagi dalam hidupku. Maafkan aku karena tak bisa menjemput uluran tanganmu. Karena uluran tangan yang kau berikan telah berbeda dari yang dulu. Bukan lagi karena kau mencintaiku, tetapi karena kau hanya ingin berteman denganku. Dan maaf aku tidak bisa. Maaf aku tidak sanggup. Bukan karena aku membencimu, tetapi karena aku terlalu mencintaimu :”)

Ketika semua telah berakhir, kuncilah setiap ruang  di hatiku. Bawalah kunci itu bersamamu. Agar tak lagi bisa ku temui jalan untuk kembali bersamamu dalam ruang kosong tanpa hatimu :”)

Bukan Karena Aku Membencimu #Part2


Part 2.

Menyamakan langkah untuk kesekian kalinya disetiap perjalan tidaklah mudah. Akan selalu ada langkah yang mendominasi perjalanan. Karena pikiran kita yang semakin tak menyatu ataukah rasa lelah karena terlalu banyak rintangan yang kita hadadapi? Aku tahu kau lelah menuntunku. Memilihkanku jalan yang tepat untuk ku lalui dan selalu mengigatkanku untuk menghindari lubang-lubang yang dalam. Kau lelah. Tapi kau tak mau bicara. Tetap berusaha menggenggamku. Walau hampir terlepas karena sulitnya medan perjalanan ini. Aku menatapmu, dan menyuruhmu untuk beristirahat sejenak. Karena masih ada sisa waktu untuk kita. Kau bilang tidak. “ Tidak ingin membuang sedikit waktupun untuk bersamamu. Aku tak mau menunda impian kita sampai tepat waktu di rumah kita di bukit pelangi” . Aku mengerti dan memahaminya.
Aku raih tanganmu . Aku ingin merasakan bagaimana diposisimu. Menjadi pelindung untuk seseorang yang kita kasihi. Walau lelah, walau tak kuat lagi tapi tetap ada kekuatan saat melihatnya. Saat perbedaan itu terjadi dan langkah kaki kita sulit utntuk disamakan, perbedaan itu kemudian muncul dan mengisi ruang dalam pikiran kita masing-masing. Mencari jalan tercepat untuk tiba ke rumah tanpa memperhatikan situasi saat ini tidak akan berhasil. Memaksakan berlaripun  kau akan merasakan kakimu seperti terborgol.  
Aku tetap berusaha menjagamu dan menuntun langkahmu, namun sia-sia. Kau tak mau mendengarkanku. Kau tetap kokoh dengan pendirianmu. Kau ingin aku memahami hal yang sebenarnya tak bisaaku pahami.  Cara berpikirmu membuatku sulit untuk bisa menerima. Kalau kau mau ke kanan dan aku mau ke kiri bagaimana bisa kita bersama-sama?
Aku terdiam sejenak. Berusaha mencari cara agar kita bisa berjalan beriringan.  Cara itu aku dapatkan. Namun saat aku menyampaikan padamu tetap saja kau tak ingin mendengarkan caraku. Karena bagimu pemikiranmulah yang hebat. Ketika aku ingin merobohkan pemikiranmu, kau harus berhasil merobohkan benteng pertahananmu. Itulah yang kau katakan. Sebenarnya, aku kekasihmu atau terdakwamu? Mengapa mendengarkanku saja kau tak bisa? Sekeras itukah hatimu? Tak bisakah kau melihat kearahku betapa aku berusaha untuk tetap satu denganmu? Mengapa kau selalu memilih jalan yang berbeda?
Biar aku yang mengalah. Aku ikuti caramu. Kita tetap bergandengan, tetapi tak seerat dulu. Saat lubang-lubang itu kita temui kau tak lagi memperhatikanku. Kau sibuk dengan jalanmu sendiri.  Dan aku mulai merasakan usahamu untuk memisahkan jari-jari kita secara perlahan. Mungkin ka tak menyangka aku menyadarinya. Tapi, hatimu ada padaku, dan tidak mungkin aku tidak menyadarinya.
Sebuah sungai dengan jembatan kecil pun kita jumpai. Hanya ada sebuah perahu yang hampir penuh  dengan orang-orang yang ingin kembali pulang. Jembatan kecil ini sangat kecil, hampir rapuh, licin, dan tergantung tinggi di atas sungai.  Kau berkata kau takkan pernah melepaskan tanganku. Kita akan sampai bersama dan menaiki perahu itu. Aku percaya kau takkan meninggalkanku.  Dengan perlahan kau berjalan. Masih memegang tanganku. Jalan dan jalan, kemudian kau berlari. Aku tersentak. Kau melepaskan tanganku. Diatas jembatan itu aku sendiri. Memanggil-manggil namamu agar kau kembali mengulurkan tanganmu. Tanpa menoleh ke arahku kau terus berjalan.
Kau tahu kelemahanku. Kau tahu aku takut ketinggian. Kau tahu aku takut dengan arus yang deras. Kau tahu aku takut menyebrang sendiri.  Dan yang paling kau tahu adalah aku takut kehilanganmu. Tapi, mengapa kau lepaskan tanganmu? Mengapa kau ingkari janjimu? Mengapa aku percaya kau takkan meninggalkanku? Mengapa kau beriku harapan kosong pada awal perjalanan kita?  Mengapa kau meninggalkanku? Mengapa kau sekejam itu?
Kau hilang dari pandanganku. Aku menangis menyaksikan kepergianmu. Dengan  sejuta tetes air mata dan harapan yang telah hancur.  Saat itu secara tidak langsung kau meminta hatimu kembali. Terpuruk  sendiri. Seakan tak percaya ini terjadi. Kau pergi begitu saja disaat aku hanya bernafas untukmu. Menyisakan luka Yang takakkan pernah  kau  tahu.

Bukan Karena Aku Membencimu #Part1


Kepadamu yang pernah menggenggam tanganku. Terimakasih untuk setiap kisah perjalanan kita menuju bukit pelangi.
Aku adalah seseorang yang selalu mengais bayangmu.

Part 1.
Melihatmu di persimpangan saat itu, membuat langkah kakiku semakin cepat untuk berlari kearahmu. Harapan yang ku impikan terasa semakin  nyata ketika aku mulai menyapa jarak dekat diantara kita. Kita saling beradu mata dan menebar senyum.  Yang kita tahu itu adalah  cerminan perasaan kita. Langkahkupun semakin dekat denganmu. Dan aku bisa merasakan kau ditakdirkan untukku.
Saat ini aku telah berada tepat disampingmu. Kau ulurkan tanganmu, mengajakku pergi bersamamu. Ke sebuah tempat yang selalu kau ceritakan dalam mimpiku. Tempat bernama bukit pelangi. Aku tak menyangka kau begitu ingin pergi bersamaku. Kau tahu, ini adalah saat yang aku tunggu-tunggu. Berusaha berdiri disampingmu tidaklah mudah. Aku telah melalui banyak  rintangan.  Maka dari itu, meneriakkan namamu sepanjang jalan yang kulalui adalah kekuatan untukku. Kau amunisi pada setiap bagian diriku yang lemah.
Menyusuri jalan bersamamu dalam keadaan apapun, selalu membuatku bahagia. Tak peduli seberapa sulitnya. Seperti apa orang-orang menatap kita. Suara mereka yang selalu berdatangan memojokkan dirimu tak pernah ku jemput. Yang aku tahu, aku lebih mengenalmu daripada mereka. Dengan terus tersenyum dan menyanyikan nada ciinta kita terus melaju. Kau berjanji takkan pernah melepaskan tanganmu dan takkan pernah mengalihkan pandanganmu dari ku.
Sepanjang jalan  yang kita telusuri tercipta simbol-simbol cinta antara kau dan aku. Simbol yang tak pernah  dimengerti oleh siapapun kecuali kita. Simbol yang selalu menjadi perekat cinta diantara kita. Kita dan kita. Hanya kita. Karena disetiap perjalanan ini hanya menuju ke rumah kita. Tempat kita untuk mengabadikan hati. Hati yang kau berikan padaku dan hati yang telah kuberikan padamu. Hati yang takkan pernah ku kembalikan kecuali kau yang memintanya. Aku selalu menjaga hatimu, meletakkannya di tempat terindah yang aku miliki. Kau tak perlu khawatir apa yang akan terjadi dengan hatimu. Karena aku senantiasa menjaganya untukmu.  Karena aku sangat mencintaimu.
Sejenak kita beristirahat  dibawah pohon besar yang teduh. Kau ambil pena dan lalu kau menggenggam tanganku. Lagi dan lagi. Kau menatapku sambil bertanya “ Maukah kau hidup denganku selamanya?” Aku terkejut. Apa yang aku inginkan kau tanyakan  kepadaku. Seperti  kau bisa membaca pikiranku. Disetiap apapun yang aku inginkan, kau adalah orang pertama yang mengetahuinya. Kau orang pertama yang membuatku yakin kali ini impianku akan menjadi kenyataan. Bersamamu selamanya. Memang itu yang ku inginkan.
Tanpa ragu aku menjawabnya. “ Tentu saja iya. Aku mau” . Kau pun bertanya lagi “ Apakah kau mau berjanji kau takkan pernah meninggalkanku?” Dengan tersenyum aku yakinkan padanya “ Aku takkan pernah meninggalkanmu”.  Kau  ambil pena dan kau mengukir nama kita.  Pohon besar itu menjadi saksi  lahirnya  cinta antara kau dan aku. Kau genggam tanganku, kau tatap matakuu. “ Aku sangat mencintaimu”  Matamu mencerminkan ketulusan. Ketu;usan yang aku percaya takkan berakhir. “ Aku juga sangat mencintaimu” aku membalasnya dengan rasa haru bahagia yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Inilah kekuatan cinta terbesar yang pernah kurasakan.  Kita terhanyut dalam sinar rembulan yang menerangi kau dan aku.