Kasus Hak Cipta
Malang benar
nasib Ketut Deni Aryasa, perajin perak asal Bali. Ia dituding menjiplak salah
satu motif perusahaan perak milik asing, PT Karya Tangan Indah. Deni Aryasa
bahkan telah diseret ke meja hijau dan dituntut dua tahun penjara. “Motif yang
saya gunakan ini adalah milik kolektif masyarakat di Bali, yang sudah ada sejak
dulu. Bukan milik perseorangan, tapi mengapa bisa dipatenkan pihak asing,” kata
Deni Aryasa, yang ditemui di rumahnya di Denpasar, Jumat (12/9). Deni Aryasa
dituding meniru dan menyebarluaskan motif fleur atau bunga. Padahal
motif ini adalah salah satu motif tradisional Bali yang kaya akan makna. Motif
serupa dapat ditemui di hampir seluruh ornamen seni di Bali, seperti gapura
rumah, ukiran-ukiran Bali, bahkan dapatditemui sebagaimotif pada sanggah
atau tempat persembahyangan umat Hindu di Bali. Ironisnya, motif tradisional
Bali ini ternyata dipatenkan pihak asing di Direktorat Hak Cipta, Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia pada tahun 2006 dengan
nomor 030376. Pada surat keputusan Ditjen Haki, tertulis pencipta motif fleur
adalah Guy Rainier Gabriel Bedarida, warga Prancis yang bermukim di Bali.
Sedangkan pemegang hak cipta adalah PT Karya Tangan Indah milik pengusaha asal
Kanada, John Hardy. Dengan tudingan melanggar hak cipta, Deni Aryasa kini
dituntut dua tahun penjara. Bahkan Deni sempat ditahan selama 40 hari di LP
Kerobokan Bali. Kini Deni menjalani tahanan rumah. “Saya mungkin satu-satunya
orang yang dituntut melanggar hak cipta yang pernah ditahan selama 40 hari,”
kata Deni Aryasa.
Peradilan kasus hak cipta ini akan dilanjutkan pada Rabu (17/9) mendatang di Pengadilan Negeri Denpasar dengan agenda pledoi atau tanggapan terhadap tuntutan jaksa. Motif fleur ini juga telah dipatenkan di Amerika Serikat, sehingga kini perajin perak di Bali yang menggunakan motif yang sama pun terancam ikut terjerat pelanggaran hak cipta. Asosiasi Perajin Perak mencatat terdapat sedikitnya 800 motif perak tradisional Bali yang telah dipatenkan pihak asing di Amerika Serikat.
Peradilan kasus hak cipta ini akan dilanjutkan pada Rabu (17/9) mendatang di Pengadilan Negeri Denpasar dengan agenda pledoi atau tanggapan terhadap tuntutan jaksa. Motif fleur ini juga telah dipatenkan di Amerika Serikat, sehingga kini perajin perak di Bali yang menggunakan motif yang sama pun terancam ikut terjerat pelanggaran hak cipta. Asosiasi Perajin Perak mencatat terdapat sedikitnya 800 motif perak tradisional Bali yang telah dipatenkan pihak asing di Amerika Serikat.
Tanggapan:
Penjiplakan
salah satu motif perusahaan perak milik asing, PT Karya Tangan Indah yang
ditudingkan kepada perajin motif fleur atau bunga asal bali Ketut Deni Aryasa
menjadi salah satu tolak ukur dimana kurangnya pemahaman masyarakat mengenai
pentingnya perlindungan hak cipta hal ini ditambah lagi dengan kurangnya
sosialisasi dari pemerintah mengenai hal tersebut. Padahal bila melihat dari
sumber keragaman etnik dan budaya di indonesia yang sangat banyak dan
kreativitas lainnya dari masyarakat Indonesia tentunya hal ini membuat semakin
pentingnya perlindungan hak cipta. Hak cipta selain sebagai alat perlindungan
untuk suatu kreativitas namun juga dapat dilihat sebagai penghargaan terhadap
pencipta kreativitas tersebut. Kesimpulan yang dapat diambil dari kasus diatas
yaitu sebelum karya cipta atau kreativitas yang telah dibuat di akui oleh orang
lain hendaknya segera dilakukan perlindungan hak cipta akan karya tersebut
tidak perduli sekecil apapun kreativitas tersebut. Antisipasi yang dapat
dilakukan pemerintah agar hal tersebut tidak terulang lagi dan melihat
keanekaragaman seni dan budaya yang ada di Indonesia hendaknya pemerintah
segera mensosialisasikan mengenai perlindungan hak cipta ini secara jelas
kepada seluruh masyarakat di Indonesia dan menjadi jembatan penghubung bagi
masyarakat yang ingin segera mendaftarkan karya ciptanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar