Mereka selalu bisa
memandang apapun yang ingin mereka pandang.
Bertatap muka, menyapa, tersenyum, lalu saling jatuh hati. Mereka selalu bisa menikmatinya. Tanpa ragu,
tanpa beban, tanpa takut, tanpa ada pilihan.
Selalu kokoh untuk setiap jalan yang mereka telusuri bersama pujaan
hati. Pujaan hati yang belum berbandrol.
Memperhatikanmu yang telah berbandrol dari sisi yang tak
terlihat dari mereka selalu menjadi tempat teraman untukku. Saat semua orang
sedang sibuk menyorotmu dan bandrolmu dengan
lampu terang. Aku lebih memilih memandangmu dari sisi yang gelap. Karena aku tahu, tidak ada
orang yang tertarik untuk melihat ke arahku yang sedang memperhatikanmu. Dengan
begitu aku bisa sedikit lebih lama memperhatikanmu secara diam-diam. Hanya
kamu. Bukan bandrolmu.
Tidak peduli berapa lama. Tapi rasanya aku bisa lakukan
selama apapun yang aku mau. Karena hanya pada tempat ini aku bisa melakukannya.
Tak banyak ruang yang kumiliki. Aku hanya bebas menatap, memandang, mengagumi,
dan mencintaimu di tempat ini.
Menyadari bahwa kamu juga menoleh ke arahku, membuatku ingin
berlari mengejarmu, memanggil namamu sekeras mungkin, membiarkan sorotan lampu
itu berbalik menyorotku dan mengikuti arah mataku memandang. Namun tak biasa. Karena ku ingat, kamu bersama
bandrolmu.
Pada setiap satu langkah yang telah berhasil aku lewati,
selalu terhenti pada langkah kedua, yang membuatku tak bisa melanjutkan langkah
ke tahap selanjutnya. Jarak antara kita yang
ingin ku hapus, tertahan oleh borgol di kakiku yang membuatku tak mampu lagi
berjalan.
Melambaikan tangan padamu telah ku lakukan. Berharap kamu
akan melepaskan bandrolmu lalu datang meghampiriku dan membawa ku ke tempat
dimana kau berdiri bersama dengan sorotan lampu itu.
“Lepaskan saja bandrolmu. dengan begitu kita bebas
menyatukan kedua tangan” Aku selalu memikirkan kata-kata itu. Aku selalu memimpikan saat-saat itu datang
padaku. Tak ada cerita seperti ini. Cerita saat aku harus melihatmu terikat
kuat dengan bandrolmu. Cerita disaat kamu dan bandrolmu adalah satu paket yang
takkan bisa dipisahkan. Cerita ketika sorotan mereka hanya tahu bahwa kamu dan
bandrolmu takkan pernah lepas.
Jika aku bertemumu lebih dulu. Lebih dulu menatapmu daripada
bandrolmu. Lebih dulu tersenyum padamu daripada bandrolmu. Lebih dulu menulis puisi untukmu daripada
bandrolmu. Cerita ini akan berbeda. Bukan dia yang menjadi bandrolmu. Tapi aku.
Lepaskan.... lepaskan saja bandrolmu. Agar kita bebas menyatukan kedua tangan tanpa ada
lampu-lampu yang menyorot dengan cahaya curiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar