Teks

Silahkan membaca sesuka hati dengan tidak menjiplak hasil karya orang lain : )

Senin, 24 Desember 2012

Bukan Karena Aku Membencimu #Part2


Part 2.

Menyamakan langkah untuk kesekian kalinya disetiap perjalan tidaklah mudah. Akan selalu ada langkah yang mendominasi perjalanan. Karena pikiran kita yang semakin tak menyatu ataukah rasa lelah karena terlalu banyak rintangan yang kita hadadapi? Aku tahu kau lelah menuntunku. Memilihkanku jalan yang tepat untuk ku lalui dan selalu mengigatkanku untuk menghindari lubang-lubang yang dalam. Kau lelah. Tapi kau tak mau bicara. Tetap berusaha menggenggamku. Walau hampir terlepas karena sulitnya medan perjalanan ini. Aku menatapmu, dan menyuruhmu untuk beristirahat sejenak. Karena masih ada sisa waktu untuk kita. Kau bilang tidak. “ Tidak ingin membuang sedikit waktupun untuk bersamamu. Aku tak mau menunda impian kita sampai tepat waktu di rumah kita di bukit pelangi” . Aku mengerti dan memahaminya.
Aku raih tanganmu . Aku ingin merasakan bagaimana diposisimu. Menjadi pelindung untuk seseorang yang kita kasihi. Walau lelah, walau tak kuat lagi tapi tetap ada kekuatan saat melihatnya. Saat perbedaan itu terjadi dan langkah kaki kita sulit utntuk disamakan, perbedaan itu kemudian muncul dan mengisi ruang dalam pikiran kita masing-masing. Mencari jalan tercepat untuk tiba ke rumah tanpa memperhatikan situasi saat ini tidak akan berhasil. Memaksakan berlaripun  kau akan merasakan kakimu seperti terborgol.  
Aku tetap berusaha menjagamu dan menuntun langkahmu, namun sia-sia. Kau tak mau mendengarkanku. Kau tetap kokoh dengan pendirianmu. Kau ingin aku memahami hal yang sebenarnya tak bisaaku pahami.  Cara berpikirmu membuatku sulit untuk bisa menerima. Kalau kau mau ke kanan dan aku mau ke kiri bagaimana bisa kita bersama-sama?
Aku terdiam sejenak. Berusaha mencari cara agar kita bisa berjalan beriringan.  Cara itu aku dapatkan. Namun saat aku menyampaikan padamu tetap saja kau tak ingin mendengarkan caraku. Karena bagimu pemikiranmulah yang hebat. Ketika aku ingin merobohkan pemikiranmu, kau harus berhasil merobohkan benteng pertahananmu. Itulah yang kau katakan. Sebenarnya, aku kekasihmu atau terdakwamu? Mengapa mendengarkanku saja kau tak bisa? Sekeras itukah hatimu? Tak bisakah kau melihat kearahku betapa aku berusaha untuk tetap satu denganmu? Mengapa kau selalu memilih jalan yang berbeda?
Biar aku yang mengalah. Aku ikuti caramu. Kita tetap bergandengan, tetapi tak seerat dulu. Saat lubang-lubang itu kita temui kau tak lagi memperhatikanku. Kau sibuk dengan jalanmu sendiri.  Dan aku mulai merasakan usahamu untuk memisahkan jari-jari kita secara perlahan. Mungkin ka tak menyangka aku menyadarinya. Tapi, hatimu ada padaku, dan tidak mungkin aku tidak menyadarinya.
Sebuah sungai dengan jembatan kecil pun kita jumpai. Hanya ada sebuah perahu yang hampir penuh  dengan orang-orang yang ingin kembali pulang. Jembatan kecil ini sangat kecil, hampir rapuh, licin, dan tergantung tinggi di atas sungai.  Kau berkata kau takkan pernah melepaskan tanganku. Kita akan sampai bersama dan menaiki perahu itu. Aku percaya kau takkan meninggalkanku.  Dengan perlahan kau berjalan. Masih memegang tanganku. Jalan dan jalan, kemudian kau berlari. Aku tersentak. Kau melepaskan tanganku. Diatas jembatan itu aku sendiri. Memanggil-manggil namamu agar kau kembali mengulurkan tanganmu. Tanpa menoleh ke arahku kau terus berjalan.
Kau tahu kelemahanku. Kau tahu aku takut ketinggian. Kau tahu aku takut dengan arus yang deras. Kau tahu aku takut menyebrang sendiri.  Dan yang paling kau tahu adalah aku takut kehilanganmu. Tapi, mengapa kau lepaskan tanganmu? Mengapa kau ingkari janjimu? Mengapa aku percaya kau takkan meninggalkanku? Mengapa kau beriku harapan kosong pada awal perjalanan kita?  Mengapa kau meninggalkanku? Mengapa kau sekejam itu?
Kau hilang dari pandanganku. Aku menangis menyaksikan kepergianmu. Dengan  sejuta tetes air mata dan harapan yang telah hancur.  Saat itu secara tidak langsung kau meminta hatimu kembali. Terpuruk  sendiri. Seakan tak percaya ini terjadi. Kau pergi begitu saja disaat aku hanya bernafas untukmu. Menyisakan luka Yang takakkan pernah  kau  tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar